TariqatNaqshabandiyah atau Naqsyabandiyah atau Naqsabandiyah merupakan salah satu tarekat yang luas penyebarannya, umumnya di wilayah Asia, Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Dagestan, Rusia.
0% found this document useful 0 votes4K views80 pagesDescriptionsiapa yang boleh bantu anaCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsDOC, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes4K views80 pagesSilsilah Tarekat Naqsyabandiyah AlqolidiyahJump to Page You are on page 1of 80 You're Reading a Free Preview Pages 8 to 30 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Page 37 is not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 41 to 45 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 49 to 52 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 61 to 76 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
MediaDakwah, Komunikasi dan Persatuan Umat Islam Telusuri. Cari Blog Ini
JAKARTA - Tarekat Naqsyabandiah tersebar ke berbagai penjuru dunia Islam dan mendapat banyak pengikut. Di Indonesia, penyebaran tarekat ini terutama terjadi pada abad ke-19 melalui jamaah haji dan pelajar-pelajar Indonesia di abad ke-19, di Makkah terdapat sebuah pusat Tarekat Naqsyabandiah di bawah pimpinan Sulaiman Zuhdi. Saat itu sekitar tahun 1837 Tarekat Naqsyabandiah sedang berkembang pesat di Arab Saudi. Markasnya terletak di kaki gunung Abu Qubaisy Jabal Qubaisy. Setelah Sulaiman Zuhdi berpulang, silsilah ketarekatan dilanjutkan oleh putra beliau, Ali Ridla. Ketika kepemimpinan berada di tangan Sulaiman Zuhdi inilah ada sejumlah murid yang berasal dari nusantara, terutama Sumatra dan Jawa. Di antaranya Sulaiman Hutapungkut dari Kota Nopan, Tapanuli Selatan, dan Muhammad Hadi Girikusumo dari Demak, Jawa Tengah. Mereka berdua yang pertama kali mengenalkan ajaran Tarekat Naqsyabandiah di J Spencer Trimingham pernah menyebutkan bahwa sekitar tahun 1845, seorang syekh Naqsyabandiah dari Minangkabau dibaiat di Makkah. Menurut Snouck Hurgronje, penasihat Pemerintah Hindia Belanda, Tarekat Naqsyabandiah yang dipimpin oleh Sulaiman Zuhdi di Makkah mempunyai banyak pengikut yang berasal dari berbagai daerah seperti Turki, Hindia Belanda, dan Malaysia. Sulaiman Hutapungkut sekembali dari Jabal Qubaisy mengembangkan tarekat ini di Sumatra. Kepemimpinan beliau kemudian dilanjutkan oleh salah seorang muridnya, Muhammad Hasyim al-Khalidi. Sebagai kelanjutan pendidikannya, Muhammad Hasyim diperintahkan oleh gurunya, Sulaiman Hutapungkut, untuk berguru kepada Ali Ridla di Jabal Qubaisy. Dikabarkan Muhammad Hasyim tekun menuntut ilmu, mendalami syariat dan hakikat, serta memperoleh Muhammad Hadi Girikusumo mensyiarkan ajarannya di Demak dan sekitarnya dengan mendirikan Pondok Pesantren Girikusumo pada 1836. Pesantren Girikusumo pada awal didirikannya fokus pada kajian ilmu tasawuf. Kemudian berkembang menjadi pesantren salaf, yang tidak cuma mengajarkan tasawuf, tetapi juga mengajarkan kitab-kitab kuning, seperti halnya pesantren salaf lain di versiTarekat Naqsyabandiah di Indonesia terus berkembang dan mengambil bentuk yang tidak sama persis dengan daerah asalnya. Secara garis besar dikenal dua versi Tarekat Naqsyabandiah, yakni Tarekat Naqsyabandiah Khalidiah dan Tarekat Naqsyabandiah Muzhariyah. Tarekat Naqsyabandiah Khalidiah berkembang luas di wilayah Sumatra. Sementara Tarekat Naqsyabandiah Muzhariyah berkembang di luar wilayah bawah kepemimpinan Hasyim al-Khalidi, Naqsyabandiah menjadi Tarekat Naqsyabandiah Khalidiah. Penyebarannya mulai dari daerah asalnya, Simabur Batusangkar, Sumatra Barat, kemudian ke wilayah Kerajaan Langkat dan Deli, hingga ke Kerajaan al-Khalidi mengangkat Kadirun Yahya Muhammad Amin al-Khalidi sebagai mursyid menggantikan dirinya. Di bawah kepemimpinan Syekh Kadirun Yahya ini penyebaran Naqsyabandiah Khalidiah semakin luas, bahkan murid-muridnya ada yang berasal dari Amerika. Maka, untuk memudahkan pengorganisasian, terkait aktivitas sosial-kemasyarakatan, dibuatlah wadah yayasan yang diberinama Yayasan Prof Dr H Kadirun Yahya. Sedangkan ajaran tarekat yang dikembangkannya, dipopulerkan oleh murid-muridnya sebagai Tarekat Naqsyabandiah Yayasan Prof Dr H Kadirun Yahya. Adapun Tarekat Naqsyabandiah Muzhariyah bersumber dari Muhammad Saleh az-Zawawi. Penyebaran tarekat ini sangat luas hingga ke berbagai penjuru dunia. Muridnya sangat banyak, antara lain, Syekh Abdul Murad Qazani Turki, yang menurunkan ulama Tarekat Naqsyabandiah, yakni Abdul Aziz bin Muhammad Nur yang berasal dari Pontianak, Ja'far bin Muhammad dari Kampung Tanjung Pontianak, Ja'far bin Abdur Rahman Qadri dari Kampung Melayu Pontianak, dan Abdul Azim Manduri dari Madura yang berjasa besar menyebarkan tarekat ini di wilayah Jawa Timur dan Kalimantan Barat. sumber Pusat Data Republika
Melakukanamalan tarekat berarti melakukan proses pendidikan jiwa. Langkah-langkah yang dilalui dalam mengamalkan tarekat adalah tazkiyatu al nafs, taqarrub ila> Alla >h dan ma'rifat bi Alla >h. Terbukti bahwa jama'ah masjid Babul Muttaqin yang telah menjadi anggota tarekat Qadiriyah dan Naqsabandiyah jiwanya menjadi tenang, terhindar
Khalwat, dalam bahasa kita mengandung dua makna yang bersilang jauh. Pertama, bermakna mengasingkan diri di tempat yang sunyi untuk bertafakur, beribadah dan seterusnya, dan kedua, bermakna berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram di tempat sunyi atau tersembunyi. Kendati bersilang jauh, namun kedua makna tersebut bermuara pada satu titik temu, yakni sama-sama berada di tempat yang sunyi. Dan, sudah barang tentu yang menjadi kajian kita adalah khalwat dengan makna pertama. Khalwat bagi para pengamal Tarekat Naqsabandiyah adalah amalan wajib yang tidak dapat ditawar. Karena bagi mereka, seorang salik hamba yang tengah berupaya menuju esensi Allah dengan makrifatnya tidak akan pernah mencapai tujuan, yakni wushul ilallah kecuali dengan berkhalwat. Terkait pentingnya khalwat dalam prinsip Tarekat Naqsabandiyah, Syekh Muhammad Amin al-Kurdi al-Irbili menulis sebuah statemen dalam Tanwirul Qulub fi Mu’amalati Allamil Guyub hal. 552. Al-Kurdi mengatakan, إعلم أنه لا يمكن الوصول إلى معرفة الأصول وتنوير القلوب لمشاهدة المحبوب إلا بالخلوة خصوصا لمن أراد إرشاد عباد الله إلى المقصود Artinya, “Ketahuilah, bahwa seorang salik tidak mungkin sampai pada makrifat esensi Tuhan dan menerangi jiwa-jiwa tersesat kecuali dengan berkhalwat. Secara terutama bagi mereka yang sanggup mengemban amanah menunjukkan jalan yang benar kepada umat manusia.” Pendek kalam, bahwa para mursyid, kiai, dan guru yang mengajar dalam halaqah Tarekat Naqsabandiyah adalah orang-orang yang kemungkinan besar telah menempuh jalan khalwat. Mereka telah menemukan cahaya yang terpatri dalam kalbunya. Sehingga, tak sedikit pun ada caci maki, celaan, siaran kebencian dan seterusnya yang keluar dari lisan mereka. Tak heran jika banyak yang termangu-mangu saat melihat para mursyid Tarekat Naqsabandiyah-Maulana Habib Luthfi bin Yahya, misalnya-yang bersahaja dan penuh wibawa. Orang-orang yang melihatnya akan terpesona, mereka yang mendengar nasihatnya akan luluh dan segera menyadari kesalahan tanpa diminta. Sekilas Riwayat Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi Syekh Muhammad Amin bin Syekh Fathullah Zadah al-Kurdi al-Irbili adalah seorang pemuda Irbil yang tumbuh sebagai seorang asketis besar. Ia lahir di sebuah kota bernama Irbil-dekat kota Mosul-di Negeri Irak. Tiada yang dapat memastikan terkait tanggal dan tahun lahirnya. Mengingat, jejak sejarah yang telah terhapus, sehingga tidak mudah untuk menelusurinya. Namun karena Syekh Muhammad Amin wafat pada 1332 H/1914 M, maka sebagian sejarawan memperkirakan bahwa al-Kurdi lahir pada paruh kedua abad ke-13 hijriah. Syekh Muhammad Amin hidup di tengah keluarga yang taat beragama. Bahkan, ia belajar al-Qur’an kepada ayahnya sendiri, Syekh Fathullah. Ayahnya yang karib disebut dengan gelar al-arif billah ini adalah seorang asketis penganut Tarekat Qadiriyah, tarekat yang dinisbatkan pada Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Sejak kecil, al-Kurdi tumbuh sebagai anak yang taat, ia menghabiskan masa mudanya untuk mendapatkan ridha Allah sesuai tuntunan sang ayah dan para gurunya. Sehingga, pada akhirnya ia menjadi seorang mursyid Tarekat Naqsabandiyah. Sepeninggalnya, kepemimpinan dilanjutkan oleh muridnya, Syekh Salamah al-Azami. Kemudian dilanjutkan lagi oleh putranya sendiri, Syekh Najmuddin al-Kurdi. 20 Syarat Khalwat Menurut Syekh Al-Kurdi Tarekat Naqsabandiyah adalah tarekat yang memiliki banyak pengikut, khususnya di Indonesia. Di banyak belahan dunia mengakui kualitas tarekat ini. Bukan hanya sekadar klaim dari para pengikutnya, melainkan disebutkan langsung oleh seorang imam besar Tarekat Naqsabandiyah, Sayyid Muhammad Bahauddin an-Naqsabandi. Ia mengatakan, bidayatu thariqatina, nihayatu sairit thuruq fase pemula di tarekat kami adalah fase puncak bagi tarekat yang lain. Statemen ini jelas menggambarkan tingginya kualitas Tarekat Naqsabandiyah. Kendati mungkin statemant itu sedikit bercampur fanatisme dan cintanya kepada Naqsabandiyah. Mengingat, Sayyid Bahauddin bicara dalam kapasitas sebagai petinggi tarekat tersebut. Tarekat yang berkualitas tinggi ini, tidak lepas dari satu ajaran pamungkas yang disebut khalwat. Khalwat yang bukan sekadar menyepi. Tetapi memiliki banyak syarat dan ketentuan. Syekh Muhammad Amin al-Kurdi menulis 20 syarat khalwat dalam Tarekat Naqsabandiyah yang harus dipenuhi sebelum dan akan terus berlangsung hingga khalwatnya selesai. Berikut di antaranya; 1 berniat memutus rantai riak dan sumah secara lahir batin. 2 memohon izin dan sambungan doa kepada mursyidnya. 3 harus terbiasa dan terlatih untuk menyendiri, tidak tidur malam dalam kondisi tidak kenyang dan sambil berzikir. 4 di hari pertama masuk ruang khalwat harus melakukan satu ritual yang sudah diajarkan dengan cara tertentu akan kami jelaskan di akhir tulisan, insya Allah. 5 harus selalu suci, alias daimul wudhu’. 6 membuang jauh keinginan mendapat kekeramatan. 7 selama ritual, tidak boleh bersandar ke dinding. 8 harus mampu membayangkan sosok mursyidnya tepat berada di hadapannya. 9 harus dalam kondisi berpuasa. 10 harus puasa bicara, kecuali saat berzikir atau ada bahaya. 11 selalu menyadari kehadiran keempat musuhnya; setan, dunia, hasrat rendah dan nafsu. 12 menjauh dari suara dan kegaduhan. 13 tidak boleh absen shalat jamaah dan jumat. 14 saat keluar dari tempat khalwat, kepalanya harus terus merunduk. Melihat ke tanah. 15 tidak boleh sengaja tidur, apalagi bermaksud merehatkan badan. Melainkan tertidur tanpa sengaja dan dalam kondisi suci. Bahkan, jika mampu sebaiknya tidur sambil duduk. 16 selalu menjaga stabilitas antara lapar dan kenyang. 17 tidak membuka pintu bagi siapa pun yang bermaksud ngalap berkah, kecuali gurunya. 18 memandang bahwa setiap nikmat yang ia peroleh berasal dari gurunya yang itu bersumber dari baginda Nabi shallallahu alaihi wa sallam. 19 membuang seluruh lintasan hati, entah itu perkara baik atau buruk. Alias senantiasa berada dalam kepasrahan. 20 tidak pernah berhenti berzikir-dengan cara-cara tertentu-sampai sang mursyid memerintahkannya keluar atau berhenti berkhalwat. Berikut kaifiat ritual dalam syarat keempat; 1 masuk tempat khalwat dengan kaki kanan seraya membaca taawuz dan basmalah, lalu membaca Surat An-Nas tiga kali. 2 lalu memasukkan kaki kiri sambil membaca doa berikut; اللَّهُمَّ وَلِيِّ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ كُنْ لِيْ كَمَا كُنْتَ لِسَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَارْزُقْنِيْ مَحَبَّتَكَ اللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ حُبَّكَ وَاشْغُلْنِيْ بِجَمَالِكَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُخْلَصِيْنَ اللَّهُمَّ امْحُ نَفْسِيْ بِجَذَبَاتِ ذَاتِكَ يَا أَنِيْسَ مَنْ لَا أَنِيْسَ لَهُ رَبِّ لَا تَذَرْنِيْ فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِيْنَ 3 berdiri di atas tempat shalat dan membaca doa berikut 21 kali; إَنِّيْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا وَمَا أنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ 4 lalu shalat dua rakaat; rakaat pertama membaca surah al-Fatihah dan ayat kursi. Sedang rakaat kedua membaca Surat Al-Fatihah dan ayat amanar rasulu QS. As-Baqarah 2285. 5 setelah salam, membaca doa Ya fattah 500 kali. Kemudian melanjutkannya dengan wirid yang telah diberikan sang mursyid. Semoga manfaat. Wallahu a’lam bis shawab. Ustadz Ahmad Dirgahayu Hidayat, alumni Ma’had Aly Situbondo, dan founder Lingkar Ngaji Lesehan di Lombok, NTB.
Iatelah menerima Tarekat Silsilah 'Aliyah Khwajahgan Naqsyabandiyah dari gurunya Hadhrat Khwajah Muhammad Baqi Billah Rahmatullah 'alaih. Dia telah berpendapat bahwa dari semua jalan Tarekat, yang paling mudah diikuti ialah Tarekat Naqsyabandiyah dan beliau juga telah memilihnya serta telah menunjukkan jalan ini kepada para murid dan penuntut kebenaran.
- “Ustaz Abdul Somad UAS ber-baiat thoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah kepada Mursyid, Habib Luthfi bin Yahya Rois Aam JATMAN NU, hari ini di Pekalongan, Jawa Tengah,” tulis akun Instagram Nahdlatul itu berlangsung pada Jumat 8/2/2019. Dalam perjumpaan yang berlangsung sekitar satu jam, seperti dilaporkan iNews, UAS mengaku bahwa sebelumnya ia telah berbaiat tarekat Qadiriyah dan Syattariyah. Ia juga memperlihatkan silsilah tarekat Luthfi meminta UAS untuk memilih salah satu dari dua tarekat itu yang bisa diamalkan secara intens. Habib Luthfi menganjurkan tarekat Syattariyah. Tapi seperti dikabarkan akun Nahdlatul Ulama, UAS memilih tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Keterangan dari dua sumber itu ada perbedaan. Pertama menyebutkan “Qadiriyah wa Naqsabandiyah”, sementara satu lagi hanya menyebut “Qadiriyah”. Padahal kedua tarekat itu berbeda dan mempunyai sejarahnya masing-masing. Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah merupakan formulasi dari dua tarekat, yakni Qadiriyah dan Naqsabandiyah. Keduanya sampai hari ini masih hadir dengan jalan masing-masing. Di Indonesia, selain tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, tarekat Qadiriyah, tarekat Naqsabandiyah, dan tarekat Syattariyah, masih terdapat tarekat-tarekat lainnya. Di antaranya yaitu tarekat Idrisiyah, tarekat Alawiyyah, tarekat Khalwatiyah, tarekat Rifa’iyah, tarekat Sammaniyah, dan tarekat Syadziliyah. Jatman Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah yang dipimpin Habib Luthfi merupakan organisasi yang menjadi wadah para pengamal tarekat yang mu’tabarah diakui. Organisasi ini berafilisi dengan NU. Abdul Wadud Kasyful Humam dalam Satu Tuhan Seribu Jalan Sejarah, Ajaran, dan Gerakan Tarekat di Indonesia 2013 menyebutkan kata “tarekat” berasal dari bahasa Arab yakni thariqah, yang berarti al-khat fi al-sya’i garis sesuatu, al-sirath jalan, dan al-sabil jalan. Sementara menurut situs resmi Jatman, tarekat adalah metode khusus yang dipakai oleh salik para penempuh jalan menuju Allah melalui tahapan-tahapan atau maqamat. Menurut Abdul Wadud Kasyful Humam, pada mulanya tarekat adalah bentuk praktik ibadah yang diajarkan secara khusus kepada orang tertentu. Ia memberi contoh bagaimana Nabi Muhammad mengajarkan wirid dan zikir kepada Ali bin Abi Thalib atau sahabatnya yang lain. Selanjutnya, sahabat yang menerima pengajaran ini menyebarkannya sehingga jumlah penerimanya semakin bertambah dan meluas. “Hingga akhirnya menjadi komunitas tertentu dan kekuatan sosial utama yang mampu masuk hampir ke seluruh komunitas masyarakat Muslim. Ia kemudian menjadi perkumpulan khusus, atau lahir sebagai sebuah tarekat,” tulisnya. Sementara J. Spencer Trimingham, penulis The Sufi Order in Islam 1971, seperti dikutip Humam, berpendapat bahwa tarekat mulanya hanya metode gradual mistisisme kontemplatif dan pelepasan diri. “Sekelompok murid berkumpul mengelilingi seorang guru sufisme terkenal, mencari pelatihan melalui persatuan dan kebersamaan yang pada awalnya belum mengenal upacara spesifik dan proses baiat apapun,” catat Fansuri sebagai Pelopor Tarekat pertama kali muncul di Nusantara diperkirakan pada paruh kedua abad ke-16 dan diperkenalkan oleh Syekh Hamzah Fansuri di Aceh. Ia penganut tarekat Qadiriyah yang didirikan Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang merupakan keturunan Nabi Muhammad dari garis Hasan bin Ali. Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang dilahirkan di Naif, Jailan pada 1 Ramadan 470 H/1077 M memulai kehidupan sufinya di Baghdad. Di kota tersebut ia menjadi guru besar tarekat. Dari Aceh, tarekat Qadiriyah kemudian menyebar ke Banten dan Jawa Barat. Menurut Abdul Wadud Kasyful Humam, dalam tradisi rakyat Cirebon, Syekh Abdul Qadir al-Jailani dipercaya pernah datang ke Jawa dan meninggal di pulau tersebut. Bahkan orang-orang dapat menunjukkan makamnya. “Ajaran-ajaran tarekat Qadariyah terdiri dari lima hal tinggi cita-cita, menjaga [diri dari] segala yang haram, memperbaiki khidmat kepada Tuhan, kuat pendirian, dan memperbesar karunia atau nikmat Tuhan,” tulis Humam. Dan kepada murid-muridnya, Abdul Qadir al-Jailani mengajarkan 7 hal, yakni taubat, zuhud, tawakal, syukur, sabar, rida, dan jujur. Sementara tarekat Naqsyabandiyah didirikan Muhammad bin Muhammad Baha-uddin al-Uwaisi al-Buhkhari al-Naqsyabandi, yang lahir Bukhara, Uzbekistan pada 717 H atau 1318 M. Naqsyabandi artinya lukisan. Nama ini diambil karena pendirinya dinilai oleh murid-muridnya pandai melukiskan tarekat sehingga mampu dimengerti. Syekh Yusuf al-Makassari 1626-1699 menurut Martin van Bruinessen dalam Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Survei Historis, Geografis, dan Sosiologis 1994 adalah orang Nusantara pertama yang menyebut tarekat Naqsyabandiyah dalam tulisan-tulisannya. Ia mempelajari tarekat ini di Nuhira, Yaman, melalui syekh Muhammad Abd al-Barqi’ al-Majazi al-Yamani. Dan di Madinah ia berbaiat tarekat Naqsyabandiyah kepada syekh Ibrahim tarekat Naqsyabandiyah baru menjadi sebuah organisasi di Nusantara pada paruh kedua abad ke-19. Selanjutnya, tarekat ini berkembang dalam pelbagai bentuk, yaitu Naqsyabandiyah Khalidiyah dan Naqsyabandiyah Muzhariyah yang bersumber dari syekh Ismail al-Khalidi di Minangkabau dan Sayyid Muhammad Salih al-Zawawi. Salah seorang murid Sayyid Muhammad Salih al-Zawawi yang bernama Syekh Abdul Azim Manduri dari Madura mengembangkan tarekat ini di wilayah Jawa Timur dan Kalimantan Barat, khususnya di kalangan orang Madura. “Di samping itu, di Indonesia juga terdapat tarekat Naqsyabandiyah Haqqani yang dikenalkan oleh syekh Muhammad Hisyam Kabbani, khalifah syekh Anzim Adil Haqqani di Amerika Serikat. Pada 1997, beliau mengunjungi Indonesia dan kemudian hampir setiap tahun datang ke Indonesia,” tulis Humam. Menurutnya, di Indonesia orang yang pertama kali diangkat sebagai wakil syekh Nazim Adil adalah Musthafa Mas’ud. Setelah itu ia juga menunjuk beberapa wakil untuk sejumlah daerah di Indonesia, yaitu Taufiqurrahman al-Subki dari Wonopringgo Pekalongan, Habib Luthfi bin Yahya dari Pekalongan, Ahmad Syahd dari Nagrek Bandung, dan al-Ustaz H. Wahfiuddin dari Jakarta. Syekh Khathib al-Sambasi dari Sambas, Kalimantan Barat membuat tarekat baru yang menggabungkan tarekat Qadiriyah dan tarekat Naqsyabandiyah dan menamainya tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Tarekat ini, menurut Martin van Bruinessen, meski menggabungkan dua tarekat, tetap merupakan tarekat yang berdiri mengajarkan tarekatnya, Khathib al-Sambasi tak memisahkan antara tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah. Para murid mesti mengamalkannya secara utuh sebagai satu kesatuan. “Penyebaran tarekat ini di Indonesia diperkirakan mulai paruh abad ke-19, tepatnya pada tahun 1853, yakni sejak kembalinya murid-murid syekh Khattib al-Sambasi dari Mekah ke tanah air,” tulis Humam. Meski murid-muridnya dari Nusantara berasal dari sejumlah daerah seperti Sumatra, Jawa, Bali, dan Lombok, dan ia pun banyak mengangkat khalifah, menurut Bruinessen setelah Khattib al-Sambasi meninggal yang diakui sebagai pemimpin utama tarekat ini adalah syekh Abdul al-Karim al-Bantani dari Banten. Lalu pada 1970-an, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah mempunyai empat pusat di wilayah Jawa, yakni di Rejoso, Jombang Kiai Musta’in Romli, Mranggen, Demak Kiai Muslikh, Suryalaya, Tasikmalaya Abah Anom, dan Pagentongan, Bogor Kiai Thohir Falak. Infografik Tarekat di Nusantara. Gerakan Politik Pada saat dipimpin Abdul al-Karim al-Bantani, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah sangat populer di kalangan penduduk miskin di desa-desa. Kondisi inilah, menurut Sartono Kartodirjo dalam Pemberontakan Petani Banten 1888 1984, yang dimanfaatkan untuk membuat jaringan komunikasi dan koordinasi dalam pemberontakan petani di Banten pada 1888. “Syekh Abdul al-Karim sendiri, yang telah tinggal di Makkah sejak 1876, tidak ada sangkutan apa-apa dengan pemberontakan ini, tetapi salah seorang di antara murid-muridnya yang berwatak keras, yaitu Haji Marzuki, yang telah diangkatnya sebagai khalifah, dicurigai oleh Belanda sebagai salah seorang penghasut di balik pemberontakan tersebut,” tulis Bruinessen. Ia memperkirakan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah terlibat beberapa pemberontakan karena tarekat ini berbeda dengan tarekat Naqsyabandiyah yang pada mulanya cenderung mencari pengikut dari kalangan elite. “Kiai Kasan Tafsir dari Krapyak dalam hubungannya dengan Peristiwa Sukoharjo, adalah seorang khalifah dari Abdul al-Karim Banten. Dan Guru Bangkol dari Lombok, penghasut utama di pemberontakan anti-Bali, telah dibaiat masuk tarekat yang sama oleh kakaknya Abdul Rahman dan sepupunya Thayib, yang keduanya telah belajar tarekat di Mekah,” imbuhnya. Contoh lain keterlibatan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dalam kancah politik, seperti ditulis Bruinessen dalam bukunya yang lain, yakni NU Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru 2008, adalah bergabungnya Kiai Musta’in Romli dari Rejoso, Jombang ke Golkar pada 1973. Pendirian sejumlah tarekat selalu diawali perjalanan belajar dan spiritual, termasuk yang dialami oleh Abdul Qadir al-Jailani tarekat Qadariyah, Muhammad bin Muhammad Baha-uddin al-Uwaisi al-Buhkhari al-Naqsyabandi tarekat Naqsyabandiyah, dan Ahmad Khathib al-Sambasi Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Perjalanan Abdul Somad ke Pekalongan menemui Habib Luthfi bin Yahya dan berbaiat tarekat, juga kunjungannya ke kediaman Maimun Zubair, disebut-sebut sebagai perjalanan spiritual. Namun, sejumlah kalangan menilai langkah ini berpotensi ditafsirkan sebagai jurus politik jelang Pilpres 2019. - Sosial Budaya Penulis Irfan TeguhEditor Ivan Aulia Ahsan
Jogyakarta: Pustaka Sufi, 2003), h. 540-541. 33 Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia (Bandung: Mizan, 1996), h. 62-63. Khatm khwajagan artinya serangkaian wirid, ayat, shalawat, dan doa yang menutup setiap dzikir berjemaah, dan selalu dibaca setiap selesai mengerjakan shalat wajib. Adapun silsilah tarekat adalah
OLEH HASANUL RIZQA Didirikan oleh Syekh Bahauddin pada abad ke-14, Naqsyabandiyah adalah sebuah aliran tasawuf dengan pengikut yang signifikan. Di Indonesia, persebarannya digerakkan ulama-ulama besar. Biografi Syekh Bahauddin Berbagai aliran tasawuf muncul sejak berabad-abad silam dan masih eksis hingga saat ini. Salah satunya adalah Tarekat Naqsyabandiyah. Martin van Bruinessen dalam bukunya, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Survei Historis, Geografis, dan Sosiologis 1992, menjelaskan asal usul aliran tersebut. Seperti tampak pada namanya, perintis jalan sufi tersebut adalah Syekh Bahauddin al-Bukhari an-Naqsyaband wafat 1389 M. Tokoh tersebut lahir dengan nama Muhammad bin Muhammad al-Naqshaband di Desa Qasr Arifan, Asia tengah, pada bulan Muharram tahun 717 H/1317 M. Ia termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW dari garis nasab Husain bin Ali bin Abi Thalib. Karena itu, dirinya bergelar shah, sebutan lokal untuk kata bahasa Arab sayyid. Pada masa dewasanya, Shah Naqshaband dijuluki sebagai Bahauddin. Sebab, dia dipandang berhasil menonjolkan sikap beragama yang lurus dan penuh penghayatan. Ia juga disebut al-Bukhari karena menghabiskan nyaris seluruh masa hidupnya di Kota Bukhara, yang terletak tidak jauh dari kampung halamannya. Pada awal abad kedelapan Hijriyah, tradisi tasawuf di Asia tengah berkembang di bawah bimbingan tuan guru khoja Baba Sammasi. Konon, ulama besar itu melihat semburat cahaya yang terang benderang dari Qasr Arifan tepat ketika Muhammad al-Naqshaband lahir. Hal itu dianggap sebagai petanda bahwa seorang sufi akan muncul dan menyinari dunia dari desa tersebut. Baba Sammasi sesudah itu melanjutkan perjalanannya, mengunjungi kota demi kota di Asia tengah. Sekira 18 tahun kemudian, khoja tersebut kembali ke Qasr Arifan untuk menyambangi rumah tokoh setempat, yakni kakek Muhammad al-Naqshaband. Setelah mengutarakan maksud kedatangannya, ulama tersebut meminta agar cucu sang tuan rumah dibawa ke hadapannya. Al-Naqshaband muda lalu diangkatnya sebagai anak. Sebelum meninggal dunia, Baba Sammasi berpesan kepada penerusnya, yakni Shah Amir Kulali, agar membimbing al-Naqshaband dengan penuh perhatian. Bahkan, sang khoja menekankan wasiatnya itu dengan berkata kepada Shah Amir, "Semua ilmu dan pencerahan spiritual yang telah kuberikan menjadi tidak halal bagimu jika engkau lalai dari melaksanakan pesanku ini." Demikian dinukil dari tulisan Aunul Abied Shah, "Bahauddin Shah Naqshabandi Mahaguru Pembaru Tasawuf" 2009. Semua ilmu dan pencerahan spiritual yang telah kuberikan menjadi tidak halal bagimu jika engkau lalai dari melaksanakan pesanku ini. Shah Muhammad al-Naqshaband hijrah ke Nasaf untuk mengikuti Shah Amir Kulali. Di bawah arahannya, pemuda tersebut semakin mendalami ilmu-ilmu tasawuf. Salah satu latihan spiritual riyadhah yang dilakukannya adalah menjaga hati. Tujuannya agar dirinya selalu menjaga kesopanan dan perasaan sehingga tidak lancang terhadap Allah, Rasulullah SAW, dan para guru. Intinya, menghayati sikap rendah hati dalam kondisi apa pun. Dan, guru pertamanya dalam tasawuf adalah Baba Shamsi. Almarhum telah berpesan agar, sepeninggalan dirinya, Shah al-Naqshaband belajar kepada Shah Amir. Menaati wasiat tersebut adalah salah satu bukti tawadhu kepada sang khoja. Dikisahkan, saat sedang dalam perjalanan menuju Nasaf, remaja yang saleh itu bertemu dengan seorang lelaki misterius. Berpakaian rapi dan penuh wibawa, pria tersebut turun dari kudanya untuk berbicara dengan Shah al-Naqshaband. Rupanya, orang asing itu meminta agar pemuda tersebut mau menjadi muridnya. Dengan penuh kesopanan, al-Naqshaband menolak permintaan tersebut. Ia pun menjelaskan keadaannya yang mesti menunaikan amanah almarhum gurunya. Setelah mendengarkan alasannya, penunggang kuda itu pun pergi. Sesampainya di Nasaf, al-Naqshaband pun menceritakan peristiwa yang baru saja dialaminya kepada Shah Amir. Gurunya tersebut lalu mengungkapkan, sosok misterius itu sesungguhnya adalah Nabi Khidir. "Mengapa engkau menolak menjadi murid sang nabi?" tanya penerus Baba Sammasi itu. "Karena aku telah diperintahkan oleh almarhum khoja untuk menimba ilmu kepadamu," jawabnya. Berbagai kisah yang menakjubkan dikaitkan dengan al-Naqshaband. Sebagai contoh, ia diceritakan mendapatkan ilmu dari seorang alim yang sudah meninggal, Abdul Khaliq Gujdawani. Sebab, dirinya dituturkan pernah berinteraksi dengan roh khoja tersebut. Sejak saat itu, ia dikenal dengan julukan al-Uwaysi karena memperoleh pencerahan dari seorang guru yang tidak pernah ditemuinya -secara fisik- di dunia. Keadaannya persis seperti seorang tabiin, Uwais al-Qarni, yang hidup sezaman dengan Rasulullah SAW, tetapi "hanya" berjumpa secara spiritual dengan dan mendapatkan pelajaran dari roh beliau. Di bawah bimbingan Shah Amir, Shah al-Naqshaband tidak hanya mengkaji tasawuf, tetapi juga ilmu-ilmu keislaman lainnya. Misalnya, akidah, fikih, hadis, dan sejarah kehidupan Nabi SAW sirah nabawiyah. Lantaran amanah gurunya pula, Amir Kulali selalu memberikan perhatian yang lebih kepada muridnya itu. Hingga akhirnya, sang santri dinilai telah mencapai kedalaman ilmu, selayaknya seorang sufi yang siap menuju pintu makrifat. Semua yang ada di sini sudah habis Anda resapi. Maka mengembaralah, Bahauddin! Sebelum merestui kepergian santrinya itu, Shah Amir berkata kepada al-Naqshaband sembari menunjuk pada dadanya sendiri, "Semua yang ada di sini sudah habis Anda resapi. Maka mengembaralah, Bahauddin!" Dari Nasaf, Shah Bahauddin an-Naqsyaband pun berkelana dari satu kota ke kota lainnya. Di setiap tempat, salik tersebut berguru kepada para mursyid terkemuka. Dalam periode tersebut, dirinya juga menunaikan ibadah haji hingga tiga kali. Barulah kemudian, ia menetap di Bukhara guna mengajarkan ilmu dan tarekatnya kepada kaum Muslimin. Sebelumnya, laku tasawuf di Asia tengah umumnya disebut sebagai Tarekat Ishqiyyah. Ini merujuk pada nama tokoh Abu Yazid al-Ishqi, yang silsilah keilmuannya bersambung hingga Abu Yazid al-Bustami wafat 260 H/873 M dan Imam Ja’far as-Sadiq wafat 146 H/763 M. Seiring dengan popularitas Shah Bahauddin, maka perkumpulan dan ajaran-ajaran tasawuf setempat dinamakan Tarekat Naqsyabandiyah atau para pengikut Syekh Bahauddin an-Naqsyaband.’ Hingga tutup usia, mursyid tersebut telah meninggalkan beberapa tulisan. Di antaranya adalah Al-Aurad al-Baha’iyah, Tanbihul Ghafilin, Sulukul Anwar, dan Hidayatus Salikin wa Tuhfatuth Thalibin. Terhadap karya yang pertama itu, para muridnya memberikan tanggapan yang termaktub dalam Manbaul Asrar. Syekh Bahauddin an-Naqsyaband juga menambahkan sebanyak tiga dari total delapan asas yang telah diletakkan Abdul Khaliq Gujdawani. Ketiganya, dalam bahasa Persia, disebut sebagai wuquf-izamani, wuquf-i adadi, dan wuquf-iqalbi. Sejak saat itu, silsilah dari Abdul Khaliq lebih dikenal dengan sebutan Naqsyabandiyah. Menurut Muhammad Rizqy Fauzi dalam tulisannya di laman Nahdlatul Ulama, Syekh Bahauddin meletakkan rumusan-rumusan dasar untuk seorang Mukmin mendekatkan diri kepada Allah. Caranya dengan senantiasa berzikir kepada-Nya. Mursyid tersebut mengajarkan, ikhtiar untuk menjauhkan perhatian dari keramaian manusia dilakukan guna mendekat kepada Rabb semesta alam. Khalwat itu tidak berarti hidup seperti halnya seorang rahib, melainkan melatih fokus batin agar tertuju hanya kepada Allah. Dengan demikian, sekalipun raga bersama banyak orang, kalbunya tetap melakukan zikrullah. Dalam kitab Al-Budha’atul Muzjah, disebutkan sebagai berikut. “Sayyid Bahauddin pernah ditanya perihal tarekatnya. Kemudian ia berkata, Menyendiri dalam keramaian, menghadapkan batin hati kepada al-Haqq Allah, dan menghadapkan badan pada makhluk. Dalam hal ini, terdapat isyarat firman Allah, yang artinya Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah’ QS an-Nur 37.’” Metode zikir yang terutama diajarkannya dilakukan dengan cara diam atau tersembunyi sirr, yakni tidak bergerak dan tidak pula berbunyi. Ia meletakkan kemurnian zikir dan ibadah pada umumnya hanya karena Allah Ta’ala. Sang mursyid pernah menasihati muridnya tentang sebuah doa, “Tuhanku, Engkaulah yang kumaksud dan ridha-Mu-lah yang kuharapkan.” Agar hati dapat tertuju kepada-Nya, seorang salik pun mesti melawan hawa nafsu. Menurut Syekh an-Naqsyaband, itulah cara yang paling dekat menuju ridha Allah. Dengan mengontrol dorongan nafsu, seseorang pun dapat lebih merasa diawasi oleh-Nya. Seperti para sufi ternama, Syekh an-Naqsyaband pun dikisahkan memiliki berbagai karamah. Ambil contoh, sebagaimana diceritakan dalam Jami’ al-Karamat al-Auliya, ketika sang alim dan sahabatnya, Syekh Alauddin al-Aththar berjalan bersama. Cuaca saat itu sedang mendung. Ketika sedang singgah, Syekh an-Naqsyaband bertanya kepada kawan seperjalanannya itu. “Apakah sudah tiba waktu zuhur?” “Belum,” jawab Syekh al-Aththar. “Coba engkau keluar, lalu lihatlah ke langit.” Maka keluarlah Syekh al-Aththar dari tempatnya, untuk menatap ke atas. Tiba-tiba, tersingkaplah hijab alam sehingga dirinya dapat menyaksikan barisan malaikat di langit sedang shalat Zuhur. “Bagaimana menurutmu, apakah waktu Zuhur telah tiba?” tanya Syekh an-Naqsyaband lagi dari dalam. Syekh al-Aththar pun menjadi malu. Ia kemudian membaca istighfar, tetapi hingga beberapa hari kemudian masih memikirkan kejadian tersebut. Syekh Bahauddin wafat pada malam Senin, 3 Rabiul Awal 791 H/1391 M. Konon, pada dadanya terukir lafaz Jalalah atau Allah yang bercahaya. Karena itulah, dirinya dinamakan para pengikutnya sebagai an-Naqsyaband. Kata berbahasa Persia itu berarti gambar yang berbuhul'. Tarekat Naqsyabandiyah tersebar luas dari Asia tengah ke Persia, Anatolia Turki, Anak benua India, dan Nusantara. Di Negeri Sungai Indus, popularitasnya “mengalahkan” Tarekat Syattariyah. Pada zaman modern, jalan salik tersebut bahkan berperan penting dalam syiar Islam di Eropa dan Amerika. Di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, simbiosis dengan aliran sufi besar lainnya menghasilkan Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah.
Perludicatat pula bahwa dalam Tarekat Naqsyabandiyah, silsilah spiritualnya kepada Nabi Muhammad adalah melalui khalifah Hadhrat Sayyidina Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu, sementara kebanyakan tarekat-tarekat lain silsilahnya melalui khalifah Hadhrat Sayyidina Ali bin Abu Thalib Karramallahu Wajhahu. Doa Malam Nisfu Sya'ban yang Dibaca Oleh
SETIAP hari sewaktu terbit dan sebelum terbenam matahari, bacalah "A'uzubillahi Minash-Syaitanir Rajim", lalu membaca "Bismillahir Rahmanir Rahim" dan "Surah Al-Fatihah" sekali dan "Surah Al-Ikhlas" sebanyak 3 kali beserta "Bismillahir Rahmanir Rahim", kemudian dihadiahkan pahala bacaan tersebut kepada sekalian Ruhaniyah Para Masyaikh Silsilah Aliyah Naqshbandiyah Al Kholidiyah seperti berikut "Ya Allah, telah ku hadiahkan seumpama pahala bacaan Fatihah dan Qul Huwa Allah kepada sekelian Arwah Muqaddasah Masyaikh Akabirin Silsilah 'Aliyah Naqshbandiyah Al Kholidiyah." Seterusnya membaca Syajarah Tayyibah ini pada kedua-dua waktu yang tersebut. '''''[[Bismillahir Rahmaanir Rahiim]]''''' NABI MUHAMMAD SAW dan dari Nabi Muhammad SAW turun kepada 1. Sayyidina Abu Bakar Siddiq radiyallahu ta’ala anhu GelarAs-Siddik yang berarti benar dan membenarkan kebenaran, dan melaksanakan kebenaran itu dalam perkataan dan perbuatan, lahir maupun batin. Beliau adalah khalifah pertama dari Khulafaur - Rasyidin. Dari beliau turun kepada, 2. Sayyidina Salman Al-Farisi Beliau adalah murid utama Sayyidina Abu Bakar dan terkenal sebagal tokoh sufi dan tokoh Ilmu Alam, Ilmu Falak yang kenamaan. Dari beliau turun kepada, 3. Al Imam Sayyidina Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar As Siddiq Dari beliau turun kepada, 4. Al Imam Sayyidina Ja’far As Shadiq Imam Ja’far adalah anak cucu Sayyidina Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Siddik ra. Beliau terkenal sebagai ahli kesusasteraan dan ahli hukum dan karena keahliannya itu, serta kebenaran dan kesuciannya, menyebabkan dia sangat dihormati. Dari beliau turun kepada, 5. Al Arif Billah Sultanul Arifin Asy Syekh Thaifur bin Isa bin Adam bin Sarusyan, yang dimashurkan namanya dengan AsySyekh Abu Yazid Al—Busthami quddusa sirruhu Gelar Sultanul Arifin berarti imam besar, orang yang mengatahui, imam tasawuf, pemimpin besar yang pertama dalam tarekat keturunan Sayyidina Abu Bakar Siddiq Dari beliau turun kepada, 6. Al Arif Billah Asy Syekh Abul Hasan Ali bin Abu Ja’far AlKharqani Keistimewaannya dia sangat kasih kepada Allah dan Rasul-Nya, dan dari beliau turun kepada penghulu sekalian quthub. Dari beliau turun kepada, 7. Al Arif Billah Asy Syekh Abu Ali Al-Fadhal bin Muhammad Aththusi AlFarimadi Dari beliau turun kepada wali Allah, 8. Al Arif billah Asy Syekh Abu Yakub Yusuf AI-Hamadani bin Ayyub bin Yusuf bin AI-Husain Nama lain beliau adalah Abu Ali As Samadani. Dari beliau turun kepada wali Allah, yaitu 9. Al Arif Billah Asy Syekh Abdul Khaliq AI-Fajduwani Ibnu Al-Imam Abdul Jamil Beliau itu nasabnya sampai kepada Al-Imam Malik bin Anas ra. Dari beliau turun kepada quthub penghulu sekalian wali Allah, yaitu, 10. Al Arif Billah Asy Syekh Ar Riwikari Dari beliau turun kepada hamba Allah, kepala daripada sekalian guru-guru, yaitu, 11. Al Arif Billah Asy Syekh MahmudAl-Anjir Faghnawi Beliau adalah aulia Allah yang mempunyai sifat dan perangai sempurna dalam menuntut ridla Allah dan sempurna abdinya kepada Allah azza wajalla. Dari beliau turun kepada wali yang sangat kasih akan Tuhannya yang ghani, yaitu, 12. Al Arif Billah Asy Syekh AliAr Ramitani, yang dimasyhurkan namanya dengan AsySyekh Azizan Dari beliau turun kepada murid yang sangat tinggi ilmu tarikat dan makrifatnya. Dari beliau turun kepada penghulu sekalian wali Allah, yaitu, 13. Al Arif Billah Asy Syekh Muhammad Baba As Samasi adalah seorang aulia Allah dari keturunan Tionghoa. Beliau senantiasa mujahadah dan musyahadah kepada Tuhan dan beliau adalah penghulu dari sekalian wali-wali Allah. Syakh Muhammad Baba As Samasi hidup dalam satu zaman dengan Asy Syakh Ali Ar Ramitani dan dengan Syekh Abdul Qadir Jaelani Dari beliau turun kepada raja yang besar lagi sayyid, kepala sekalian guru-guru, yaitu, 14. Al Arif Billah Asy Syekh Sayyid Amir Kulal bin Sayyid Hamzah Syekh Sayyid Amir Kulal adalah raja di tanah Arab yang besar dan dia bergelar sayyid mempunyai keturunan bangsawan, dan beliau adalah guru hakikat dan makrifat. Dari beliau turun kepada wali Allah yang masyhur keramatnya dan makmur, ialah imam Tarikat Naqsyabandiyah yang terkenal namanya dengan Syah Naqsyabandy, yaitu, 15. Al Arif Billah Asy Syekh As Sayyid Bahauddin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Asy Syarif Al Husaini Al Hasani Al Uwaisi Al Bukhari Beliau meletakkan dasar-dasar zikir qalbi yang sirri, zikir batin qalbi yang tidak berbunyi dan tidak bergerak, dan beliau meletakkan kemurnian ibadat semata-mata lillaahi ta’ala, tergambar dalam do’a beliau yang diajarkan kepada murid-muridnya "Ilahii anta makshuudii waridhaaka mathluubii". Secara murni meneruskan ibadat Thariqatus Sirriyah zaman Rasulullah, Thariqatul Ubudiyah zaman Abu Bakar Siddiq dan Thariqatus Siddiqiyah zaman Salman al Farisi. Beliau amat masyhur dengan keramat-keramatnya dan makmur dengan kekayaannya, lagi terkenal sebagai wali akbar dan wali quthub yang afdhal, yang amat tinggi hakikat dan makrifatnya. Dari murid-muridnya dahulu sampai dengan sekarang, banyak melahirkan wali-wali besar di Timur maupun di Barat, sehingga ajarannya meluas ke seluruh pelosok dunia. Beliau pulalah yang mengatur pelaksanaan iktikaf atau suluk dari 40 empat puluh hari menjadi 10 sepuluh hari, yang dilaksanakan secara efisien dan efektif, dengan disiplin dan adab suluk yang teguh. Dan dari beliau turun kepada, 16. Al Arif Billah Asy Syekh Muhammad Al-Bukhari Al-Khawarizumi yang dimashurkan dengan namanya Asy Syekh Alaudin AI-Aththar Dari beliau turun kepada waliullah, yaitu 17. Al Arif Billah Asy Syekh Ya’qub Dari beliau turun kepada wali yang agung, yaitu 18. Al Arif Billah Asy Syekh Nashiruddin Ubaidullah Al-Ahrar AsSamarqandi bin Mahmud bin Sihabuddin Dari beliau turun kepada raja yang saleh, ialah kepala sekalian guru-guru, yaitu 19. Al Arif Billah Asy Syekh MuhammadAz Zahid Dari beliau turun kepada anak saudara perempuannya yang mempunyai kerajaan yang besar dan martabat yang tinggi, yaitu 20. Al Arif Billah Asy Syekh Darwis Muhammad Samarqandi Dari beliau turun kepada anaknya ialah seorang raja yang besar, yang adil lagi pemurah, lagi lemah lembut perkataannya, yaitu 21. Al Arif Billah Asy Syekh Muhammad Al-Khawajaki Al-Amkani As Samarqandi Dari beliau turun kepada wali Allah yang quthub, yaitu ; 22. Al Arif Billah Asy Syekh Muayyiddin Muhammad Al-Baqi Billah Dari beliau turun kepada anak cucu Amirul Mukminin Sayyidina Umar Al Faruq yaitu ; 23. Al Arif Billah Asy Syekh Akhmad Al-Faruqi As Sirhindi yang mashur namanya, yang terkenal denganAl Imam ArRabbani Al-Mujaddid Alf Fassami. Dari beliau turun kepada anaknya yang tempat kepercayaannya, yang menaruh rahasianya, yang masyhur namanya, yaitu; 24. Al Arif Billah Asy Syekh Muhammad Ma ’sum Dari beliau turun kepada anaknya, yaitu Sultanul Aulia, yaitu 25. Al Arif Billah Asy Syekh Muhammad Saifuddin yang bercahaya zahiriah dan batiniahnya. Dari beliau turun kepada Sayyid Syarif yang gilang gemilang cahayanya, sebab nyata zat dan sifat, yaitu ; 26. Al Arif Billah Asy Syekh Asy Syarif Nur Muhammad Al-Badwani Dari beliau turun kepada wali Allah yang tinggi pangkatnya, nyata keramatnya, yaitu 27. Al Arif Billah Asy Syekh Syamsuddin Habibullah Jani Janani MuzhirAl-Alawi Dari beliau turun kepada kepala sekalian guru-guru, kepala sekalian khalifah dan penghulu sekalian wali Allah, yaitu; 28. Al Arif Billah Asy Syekh Abdullah Ad Dahlawi dan adalah Syekh Abdullah itu nasabnya sampai kepada Amirul Mukminin Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karamallahu wajhahu. Dari beliau turun kepada; 29. Al Arif Billah Maulana Asy Syekh Dhiyauddin Khalid Al-UtsmaniAl-Kurdi Beliau adalah anak cucu amirul mukminin Sayyidina Usman bin Affan Beliau adalah Syekh yang mashur, ahli Tarekat Naqsyabandiyah yang fana fillah, lagi baqa billah, yang pada masa suluk menjadi penghulu sekalian khalifah. Dari beliau turun kepada wali Allah yang zuhud akan dunia dan sangat kasih akan zat Allah ta'ala, ialah kepala sekalian guru-guru di dalam negeri Makkah al Musyarrafah, yaitu hamba Allah, 30. Al Arif Billah Sirajul Millah Waddin Asy Syekh Abdullah Al Afandi Dari beliau turun kepada penghulu sekalian khalifah yang mempunyai keramat yang nyata, yaitu ; 31. Al Arif Billah Asy Syekh Sulaiman Al Qarimi Dari beliau turun kepada menantunya yang alim lagi Saleh, yang Senantiasa tafakkur dan muraqabah, baqa billah siang dan malam kepada Tuhan khaliqul alam, dan dari beliau nyata kebesarannya serta kemuliaannya, dan adalah penghulu sekalian khalifah dan ikutan sekalian orang yang suluk, yaitu; 32. Mursyiduna, warabiituna, wa maulana, Al Arif Billah Sayyidi Syekh Sulaiman Az Zuhdi Dari beliau turun kepada anaknya yang alim lagi Saleh, yang senantiasa tafakkur dan muraqabah, baqa billah siang dan malam dan ikutan Sekalian orang yang Suluk, yaitu ; 33. Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al Arif Billah Sayyidi Syekh Ali Ridha Ketika meletus perang dunia ke-II di Eropa di sekitar tahun 1937 Ali Ridha meninggalkan Mekkah menuju Baghdad dan kemudian ke India dan di sana dia meninggal dunia. Ali Ridha adalah ahli tasawuf dan Syekh Tarekat Naqsyabandiyah yang sangat pintar dan alim, seorang sufi yang masyhur. Kasih sayangnya penuh ditumpahkan kepada muridnya yang kemudian menjadi khalifah Rasul yang ke-34 Seorang berkebangsaan Indonesia. Dari beliau turun kepada muridnya yang menambahi Allah Ta’ala akan sucinya, dan meninggikan Allah Ta’ala akan derajatnya, dan kuat melalui jalan kepada Allah Ta’ala, maka melapangkan dan melebihi Allah Ta’ala baginya, karena menambahi Salam berkhidmat akan Allah Ta’ala, dan memberi bekas barang siapa menuntut jalan kepada Allah ta’ala kepadanya. Kemudian meninggikan Allah Ta’ala atas orang yang hidup akan menambahi yakin zikir yang batin dan mengesakan yang dikenal bagi yang kaya dan miskin dan menjadikan Allah Ta’ala bagi orang yang suluk dengan Tarikatul Ubudiyah dan Naqsyabandiyah, amanat suci Allah Ta’ala dan menyembunyikan dia sebagai walinya yang pilihan, yaitu 34. Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al Arif Billah Sayyidi Syekh Muhammad Hasyim Al Khalidi Guru pertama beliau adalah Saidi Syekh Sulaiman Hutapungkut di kota Nopan, Tapanuli Selatan. Sebagai kelanjutan dari pendidikannya, Syekh Muhammad Hasyim berguru dan menerima Ijazah syekh dari Syekh Ali Ar Ridha di Jabal Qubis Mekkah. Setelah kembali ke Indonesia, beliau menetap di Buayan, Sumatera Barat. Selama di Jabal Qubis Mekkah dengan tekun menuntut dan mengamalkan Tarekat Naqsyabandiyah, mendalami syariat dan hakikat serta memperoleh makrifat. Pada kesempatan itu pula beliau berpuluh-puluh kali berziarah ke makam Rasulullah SAW dan melaksanakan ibadat seorang perintis kemerdekaan, beliau juga pernah dibuang ke Boven Digul dan menjadi penasehat beberapa pembesar Indonesia dalam perang kemerdekaan. Beliau meninggal dalam usia lanjut, yaitu 90 tahun. Beliau lahir pada tahun 1864 dan maninggal tahun beliau turun kepada muridnya yang pilihan yang sangat kasih akan gurunya, akan Allah SWT dan Rasul-Nya, yang kuat menjalani jalan hakikat dan kuat mengarjakan jalan berkhidmat, yang dikenal oleh orang banyak sebagal seorang tabib besar, yang mengobati orang banyak, dari penyakit batin dan zahir dengan kekuatan zikrullah, dan menjadi ikutan dari segala orang yang terpelajar yang suluk, yang bertarikat dengan Tarekat Naqsyabandiyah Mujaddidiyah Khalidiyah, dan diturunkannya kepada anak kandungnya 35. Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al’Arif Billah Sayyidi Syekh Sulaiman Hasyim Al Khalidi dan di turunkan kepadanya 36. Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al’Arif Billah Sayyidi Syekh Mohamad Khoir Hasyim Al Khalidi diturunkan kepada anak kandungnya yang kasih akan gurunya 37. Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana Al’Arif Billah Sayyidi Syekh Amiruddin KY. Bin Moh. Khoir Hasyim Al Khalidi An Naqsyabandy 38. Bar Faqir Haqir, Khak Paey Buzurgan, La Syai Miskin ........................……………………..'Ufiya 'Anhu Par, [[Raham Farma Wa Muhabbat Wa Ma'rifat Wa Jam'iyat Zahiri Wa Batini Wa 'Afiyati Darain Wa Bahrahi Kamil Az Fuyudzi Wa Barkati In Buzurgan Rozi Ma Kun]]. Robbana Tawaffana Muslimin, Wa Alhiqna Bissolihin. Kepada hamba yang faqir dan hina yang di bawah telapak kaki Para Masyaikh yang tiada apa-apa lagi miskin ……............................….………………… semoga di ampunkan, Rahmatilah kami dan kurniakanlah Kasih Sayang dan Makrifat serta Jam'iyat Zahir dan Batin serta Afiyat di Dunia dan Akhirat dan Lautan Kesempurnaan dari Limpahan Faidhz dan keberkatan Para Masyaikh ini. Ya Tuhan kami, matikanlah kami sebagai Muslim dan sertakanlah kami bersama Para Salihin.
Mengisisemua waktu dengan doa dan wirid e. Silsilah tarekat adalah nisbah hubungan guru terdahulu sambung menyambung antara satu sama lain sampai kepada Nabi. Tarekat Naqsyabandiyah Pendiri Tarekat ini adalah Muhammad bin Muhammad Baha' al-Din al- Uwaisi al Bukhari Naqsyabandi. Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah kemudian
Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free TAREKAT NAQSYABANDIYAH DAN SYADZILIYAH Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejararah Peradaban Islam Dosen Pengampu Dr. H. Reza Ahmad Zahid, Lc., Gus Reza Prof. Dr. Elfi Muawanah, Oleh M. AGUS WAHYUDI PROGRAM STUDI MAGISTER AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG 2021 TAREKAT NAQSYABANDIYAH DAN TAREKAT SYADZILIYAH M. Agus Wahyudi PENDAHULUAN Tasawuf merupakan salah satu seni beribadah dalam agama Islam. Secara umum pelaku tasawuf seringkali kehidupannya diwarnai dengan praktik pengamalan zikir, melakukan uzlah mengasingkan diri dan khalwat menyendiri dimana Tuhan menjadi prioritas utama dalam hidup tanpa melupakan tugas kemanusiaan dari manusia itu sendiri Wahyudi, 2020. Para penganut tasawuf memiliki sikap dalam menjaga jarak dengan duniawi untuk menghindari pengaruh negatif proses pemurnian diri mereka. Dari sini kemudian muncul pandangan bahwa ajaran tasawuf terkesan abai terhadap persoalan duniawi sosial, budaya, ekonomi, dan politik serta tidak memberikan kontribusi positif bagi kesejahteraan masyarakat. Dalam dinamika keilmuan tasawuf terdapat yang namanya tarekat, dalam bahasa Arab ةقيرط sebuah istilah yang ada dalam aliran-aliran tasawuf atau sufisme. Secara bahasa tarekat / ةقيرط berarti "jalan" atau "metode". Tarekat sebagai "jalan" harus dipahami secara khusus, sehubungan dengan istilah syariat yang juga memiliki arti "jalan". Diantara tarekat yang ada dalam dunia tasawuf diantaranya tarekat Qadiriyah dari ajaran Syaikh Abdul Qadir Jaelani, Suhrawardiyah Syihabuddin al-Suhrawardi, Rifa’iyah Ahmad Rifa’i, Syadziliyah Abu Hasan al-Syadzili, Naqsyabandiyah Muhammad Ibnu Bahauddin al-Uwaisi al-Bukhari, Badawiyah Ahmad al-Badawy dan lain-lain. Masing-masing tarekat memiliki ajaran, metode, jenis zikir, amalan yang variatif, sekaligus menjadi ciri khas dari setiap tarekat Bakri, 2020. Dalam makalah ini pembahasan akan di fokuskan pada dua jenis tarekat dalam tasawuf, yakni tarekat naqsabandiyah dan tarekat syadziliyah. Adapun cakupan pembahasan dalam makalah ini diantaranya, bagaimana pengertian dan sejarah perkembangan tarekat naqsabandiyah dan syadziliyah, apa saja yang menjadi ajaran tarekat naqsyabandiyah dan syadziliyah. PEMBAHASAN Tarekat merupakan jalan yang ditempuh oleh seseorang dalam menjauhkan diri dari segala yang dilarang oleh agama secara esoteris batiniah maupun eksoteris lahiriah. Tarekat sebagai tempat orang-orang dalam belajar tasawuf yang dipimpin oleh seorang syaikh atau mursyid. Sehingga dalam tasawuf terdapat beberapa varian tarekat yang memiliki ciri khas sebagai pembeda dengan tarekat yang lain, namun semua tarekat dalam tasawuf memiliki kesamaan tujuan yakni melakukan tazkiyatun nafs untuk mendekatkan diri kepada Pengertian Tarekat Naqsyabandiyah Tarekat naqsyabandiyah merupakan suatu tarekat yang diambil dari pendiri tarekat ini sendiri yang bernama Muhammad bin Muhammad Baha’ al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi 1318-1389 M ia dilahirkan di desa Qasr-i-Hinduvan yang kemudian bernama Qasr-i Arifan di dekat satu ciri khas dari tarekat naqsyabandiyah yang pertama, diikuti syariat yang ketat, keseriusan dalam beribadah, sehingga muncul penolakan terhadap musik dan tari, dan lebih menyukai zikir sirr zikir dalam hati. Kedua, zikir menjadi titik berat amalan penganut naqsyabandiyah, kalimat zikir yang dibaca diantaranya kalimat la ilaha illa Allah, dengan tujuan untuk mencapai kesadaran spiritual akan kehadiran Allah yang bersifat pengertian lain, istilah “Naqsyabandiyah” menurut Syekh Najmudin Amin Al-Kurdi dalam kitabnya “tanwirul qulub” sebagaimana yang dikutip oleh Fuad Said, berasal dari dua buah kata bahasa Arab, “Naqsy” dan “Band” artinya “ukiran atau gambar yang dicap pada sebatang lilin atau benda lainnya”. “Band” artinya “Bendera atau layar lebar”. Dengan demikian, “Naqsabandi” artinya ukiran atau gambar yang terlukis pada suatu benda, Sholihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, Bandung Pustaka Setia, 2008. H. 203. Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu tarekat, Solo Ramadhani, 1996. H. 23. Sri Mulyati, Mengenal dan memahami Tarekat-Tarekat Muktabarrah di Indonesia, Jakarta Kencana, 2004. H. 89-105. melekat, tidak terpisah lagi, seperti tertera pada sebuah bendera atau sepanduk. Dinamakan “Naqsyaqbandiyah”, karena Syekh Bahaudin pendiri tarekat ini senantiasa berzikir mengingat Allah berkepanjangan, sehingga lafadz “Allah” itu terukir melekat ketat dalam hatinya Said, 2007. B. Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Tarekat sudah ada sejak masa Rasulullah. Hal ini berdasarkan fakta sejarah dengan melihat pribadi Rasulullah sebelum dilantik atau diangkat menjadi Nabi, beliau sebelumnya telah melakukan uzlah dan khalwat di Gua Hira’. Tahannust dan khalwat nabi merupakan proses dalam mencari ketenangan jiwa dan kebersihan yang dilakukan oleh nabi disebut dengan tarekat yang sekaligus diajarkan kepada Abu Bakar, kemudian Abu Bakar mengajarkannya kepada keluarga dan para sahabat sampai kepada Muhammad Baha’ al-Din al-Uwais al-Bukhari Naqsyabandiyah. Syaikh Naqsyabandi dalam penyebaran tarekat ini memiliki tiga orang khalifah yakni, Ya’qub Carkhi, Ala’ al-Din Athar dan Muhammad Parsa. Diantara tiga khalifah tersebut yang paling menonjol berasal dari khalifah Ya’qub Carkhi yang bernama Khawaja Ubaidillah Ahrar 1403-1490 M. Dalam perkembangannya, tarekat sebagai suatu organisasi keagamaan kaum sufi sudah banyak lahir dengan corak yang berbeda. Ini sudah berkembang pesat dan tersebar ke Asia Tenggara, Asia Tengah, Afrika Timur, Afrika Utara, India, Iran dan Turki. Perbedaan-perbedaan tersebut dalam realitasnya mengarah kepada tujuan yang sama, yaitu berada sedekat mungkin dengan Tuhan. Karena tarekat merupakan sebuah organisasi yang lahir dari seorang syaikh mursyid yang berniat ingin melestarikan ajaran-ajaran kaum sufi maka masing-masing dari syaikh tersebut tentu punya cara tersendiri dalam pengembangannya tersebut Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tarekat berkembang secara masif diantaranya a Sufi mempunyai kegemaran mengembara dari sustu tempat ke Sokhi Huda, Tasawuf Kultural Fenomena Wahidatul Wujud, Yogyakarta 2008. H. 21. Diakses 21/11/2021. tempat yang lain. Dalam setiap persinggahannya para sufi ini sennatiasa menyampaikan ajaran tarekat yang dianutnya. b Ajaran tarekat yang mudah dipahami dan tidak mensyaratkan bagi calon murid mempunyai tingkat intelektual yang tinggi. Di Indonesia, tarekat juga sudah mulai berkembang pada abad ke-13. Pada periode yang sama lahir 3 organisasi tarekat besar yang berkembang yaitu Qadiriyah, Naqsabandiyah dan Sattariyah. Kemudian disusul oleh tarekat Rifai’iah yang mengabadikan beberapa jenis kesenian rakyat Aceh. Penyebaran tarekat Naqsyabandiyah wilayah Indonesia khususnya di Jawa dilakukan oleh tiga murid Syekh Khatib Sambas, yaitu Syekh Abdul Karim Banten, Syekh Tolhah Cirebon, dan Kiyai Ahmad Hasbullah Madura. Syekh Abdul Karim Banten merupakan murid kesayangan Syaikh Ahmad Khatib Sambas di Mekah. Semula dia hanya sebagai khalifah Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah TQN di Banten, tahun 1876 diangkat oleh Syaikh Khatib Sambas menjadi penggantinya dalam kedudukan sebagai mursyid utama tarekat ini yang berkedudukan di Mekah. Dengan demikian semenjak itu seluruh organisasi TQN di Indonesia menelusuri jalur spiritualnya silsilah kepada ulama asal Banten tersebut. Khalifah dari Kia Tolhah Cirebon yang paling penting adalah Abdullah Mubarrok, belakangan dikenal sebagai Abah Sepuh. Abdullah melakukan baiat ulang dengan Abdul Karim Banten di Mekah. Pada dekade berikutnya Abah sepuh membaiat putranya Sohibul Wafa Tadjul Arifin yang lebih masyhur dengan panggilan Abah Anom. Hingga sekarang Abah Anom Masih menjadi mursyid tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Di bawah kepemimpinan Abah Anom ini, tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di kemursyidan Suryalaya berkembang pesat. Dengan menggunakan metode riyadah dalam tarekat ini Abah Anom mengembangkan psikoterapi alternatif, terutama bagi para remaja yang mengalami degradasi mental karena penyalahgunaan obat-obat yang terlarang, seperti, morfin, heroin dan sebagainya. Sampai sekarang di Indonesia ada tiga pondok pesantren yang menjadi pusat penyebaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yaitu Pondok Pesantren Rejoso Jombang Jawa Timur, Pondok Pesantren Mranggen di Jawa Tengah, dan Pondok Pesantren Suryalaya di Tasikmalaya Jawa Barat. C. Ajaran Tarekat Naqsabandiyah Tujuan utama pendirian tarekat naqsyabandiyah oleh para sufi adalah untuk membina dan membina seseorang agar bias merasakan hakikat Tuhannya dalam kehidupan sehari-hari melalui perjalanan ibadah yang terarah dan sempurna. Dalam kegiatan ini biasanya seorang anggota diarahkan oleh tradisi-radisi ritual khas yang terdapat dalam tarekat naqsabandiyah sebagai upaya pengembangan untuk bisa menyampaikan mereka ke wilayah hakikat atau ma'rifat kepada Allah. Secara umum, tujuan utama tarekat naqsyabandiyah secara umum adalah penekanan pada kehidupan akhirat yang merupakan titik akhir tujuan kehidupan manusia beragama. Sehingga setiap aktivitas atau amal perbuatan selalu diperhitungkan, apakah dapat diterima atau tidak oleh Tuhan. Muhmmad Amin al-Qurdi salah seorang tokoh tarekat naqsyabandiyah menekankan pentingnya seseorang masuk ke dalam tarekat, agar bisa memperoleh kesempurnaan dalam beribadah kepada tuhannya. Dalam tarekat naqsyabandiyah terdapat yang namanya rukun enam. Keenam rukun tersebut adalah 1 Ilmu, maksudnya berilmu pengetahuan tentang segala yang berhubungan dengan agama; 2 Hilm, yaitu penyantun, lapang hati, tidak mudah marah yang bukan karena Allah; 3 Sabar atas segala cobaan dan musibah yang menimpa ketika dalam melaksanakan ibadah, taat kepada Allah; 4 Rida atau rela terhadap segala sesuatu yang ditakdirkan Allah; 5 Ikhlas dalam setiap amal dan perbuatan yang dilakukan; dan 6 Akhlak yang baik. Sedangkan enam kewajiban yang harus dikerjakan adalah 1 zikir kepada Allah; 2 Meninggalkan hawa nafsu yang menginginkan sesuatu; 3 meninggalkan segala perhiasan dunia dalam bentuk apa pun; 4 Melakukan ajaran agama dengan sungguh-sungguh; 5 Ihsan atau berbuat baik terhadap semua makhluk ciptaan Allah; dan 6 mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik dan meninggalkan hal-hal yang jahat. D. Sejarah Tarekat Syadziliyah Tarekat syadziliyah didirikan oleh Abu al-Hasan al-Syadzili. Selanjutnya nama tarekat ini dinisbatkan kepada namanya Syadziliyah yang mempunyai ciri khusus yang berbeda dengan tarekat-tarekat yang lain. Secara lengkap nama pendirinya adalah Ali bin Abdullah bin Abd. Al Jabbar Abu al-Hasan al-Syadzili. Silsilah keturunannya mempunyai hubungan dengan orang-orang garis keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib, dan bearti keturunan siti Fatimah, anak perempuan dari Rasulullah SAW. Al-syadzili sendiri pernah menuliskan silsilah keturunannya sebagai berikut Ali bin Abullah bin Abd. Jabar bin Yusuf bin Ward bin Batthal bin ahmad bin Muhammad bin Isa bin Muhammad bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Abu al-Hasan al-Syadzili dilahirkan di desa Ghumara, dekat Ceuta saat ini, di utara Maroko pada tahun 573 H. Adapun mengenai tahun kelahiran al-Syadzili terdapat beberapa pandangan diantaranya, Siraj al-Din al-Hafsh menyebut tahun kelahirannya 591 H./1069 M., Ibn Sabbah menyebutnya 583 H./1187 M.,dan Trimingham mencatat tahun kelahirannya al-Syadzili 593 H./1196 M. Pendidikan Abu al-Hasan al-Syadzili dimulai dari kedua orang tuanya, dan kemudian dilanjutkan kependidikan lebih lanjut, yang mana di antara guru kerohaniannya adalah ulama besar Abd al-Salam Ibn Masyisy H. / 1228 M., yang juga dikenal sebagai “Quthb dari Quthb para wali” seperti halnya Syekh Abd al-Qadir al-Jailani H./1166 M.. Setelah al-syadzili belajar lama di Tunis, ia pergi ke negara-negara Islam sebelah timur, di antaranya mengunjungi Makah dan melaksanakan ibadah haji beberapa kali, kemudian dari sana ia bertolak ke Irak. Dengan demikian, al-Syadzili mempunyai dua guru spiritual, karena sebelumnya telah mendapatkan pendidikan dai Abdullah Ibn Kharazim H./1236 M.. E. Ajaran Tarekat Syadziliyah Tarekat Syadziliyah muncul di belahan dunia Islam barat menuju Mesir, dan dari Mesir menyebar keberbagai macam penjuru kawasan Islam. Tarekat ini mucul sekitar tahun 642 H. Dalam buku Tasawuf Islam karya Abu Wafa al-Ghanimi al-taftazani, bahwa tasawuf syadzili, Mursi dan Abu Atha’illah merupakan pondasi-pondasi madrasah Syadziliyah. Tak satupun dari ketiga orang tersebut yang mengatakan tentang pemikiran wahdatul wujud itu. Di saat mereka jauh dengan Ibn Arabi, ternyata mereka sangat dekat dengan tasawuf al-Ghazali yang berpegangan pada al-kitab dal al-sunnah. Dalam buku tersebut juga dikemukakan perkataan-perkataan Syadzili dan Mursi yang diriwayatkan oleh Ibnu Atha’ilah dalam Lataiful Manan untuk menjelaskan posisi al-Ghazali dalam hati mereka semua, sebab mereka menyerukan kepada murid-muridnya untuk mengambil pelajaran dari al-Ghazali. Salah stunya adalah perkataan Syadzali kepada muridnya “Jika engkau ingin mengadukan kebutuhannmu kepada Allah, maka berwasilah mengambil perantara menujunya melalui Imam Abu Hamid al-Ghazali”. Kemudian ia juga berkata dengan nada memberikan sebuah nasehat “Kitab Ihya’ akan mewariskan kepadamu keilmuan kitab ”Qut” milik al-Makki akan mewariskan kepadamu sebuah cahaya. Ajaran-ajaran dalam tarekat Syadzaliyah bisa diringkas di dalam lima prinsip, yakni 1. Takwa kepada Allah di dalam kerahasiaan maupun di tempat terbuka. 2. Mengikuti sunnah dalam perkataan dan perbuatan. 3. Memalingkan diri dari makhluk di dalam kerahasiaan maupun tidak. 4. Rida terhadap Allah dalam hal yang sedikit maupun banyak. 5. Kembali kepada Allah di saat senang maupun susah. Dalam buku karya Annemarie Schimmel dalam bukunya yang berjudul Dimensi Mistik dalam Islam menjelaskan bahwa dalam tarekatnya, Syadzili tidak menekankan perlunya tapa brata meditasi atau kehidupan menyendiri dan juga tidak menganjurkan bentuk-bentuk dzikir tertentu yang disuarakan lantang. Setiap anggota tarekat wajib mewujudkan semangat tarekat di dalam kehidupan dan lingkungannya sendiri. Anggota tarekat Syadziliyah tidak diharapkan mengemis atau mendukung kemiskinan. Sebaliknya, sumber-sumber Mesir abad ke-14 dan ke-15 mengisahkan bagaimana tiap anggota tarekat ini menonjol dalam kerapian pakaian mereka, berbeda dengan sufi-sufi lainnya yang memenuhi jalan-jalan di daerah Kairo. Syadziliyah bahkan tidak memiliki sistem teori mistik yang mantap. Abu al-Hasan al-Syadzili sedikit sekali meninggalkan tulisan. Kecenderungannya menulis surat-surat perintah rohani di ambil alih oleh para pengikutnya yang kesohor. Doa besar yang disusunnya, berjudul Hizb al-Bahr, menjadi salah satu tulisan pengabdian yang paling dikenal. Dalam buku Tarekat-Tarekat Muktabarah karya Sri Mulyati menyatakan bahwa al-Syadzili tidak menuliskan ajaran-ajarannya dalam sebuah kitab karya tulis, di antara sebab-sebabnya adalah karena kesibukannya melakukan pengajaran-pengajaran terhadap muridnya yang sangat banyak dan sesungguhnya ilmu-ilmu tarekat itu adalah ilmu hakikat, oleh karena itulah akal manusia tidak mampu menerimanya. Ajaran-ajarannya dapat diketahui dari para muridnya misalnya tulisan Ibn Atha’illah al-Iskandari. Ketika al-Syadzili ditanya perihal mengapa ia tak mau menuliskan ajaran-ajarannya, maka ia menjawa, “Kutubi Ashabi” yang artinya “kitab-kitabku adalah sahabatku. Adapun pemikiran-pemikran tarekat Syadziliyah diantaranya adalah sebagai berikut 1. Tidak menganjurkan kepada murid-muridnya untuk meninggalkan profesi dunia mereka. Dalam hal pandangannya mengenai pakaian, makanan, dan kendaraan yang layak dalam kehidupan sederhana yang akan menumbuhkan rasa syukur kepada Allah SWT. Dan mengenal rahmat Ilahi. Meninggalkan dunia yang berlebihan akan menimbulkan hilangnya rasa syukur, dan berlebih-lebihan dalam memanfaatkan dunia akan membawa kepada kezaliman. 2. Tidak mengabaikan dalam menjalankan syariat Islam. Ia adalah salah satu tokoh sufi yang menempuh jalur tasawuf hampir searah dengan al-Ghazali, yaitu suatu tasawuf yang berlandaskan kepada al-Qur’an dan al-Sunnah, mengarah pada asketisme, pelurusan dan penyucian jiwa tazkiyah al-nafs, dan pembinaan moral akhlaq, suatu tasawuf yang di nilai cukup moderat. 3. Zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia karena pada dasarnya zuhud adalah mengosongkan hati dari selain Allah SWT. Dunia yang dibenci para sufi adalah dunia yang melengahkan dan memperbudak manusia. Kesenangan dunia adalah tingkah laku syahwat, berbagai keinginan yang tak kunjung habis, dan hawa nafsu yang tak kenal puas. 4. Tidak ada larangan bagi salik untuk menjadi sultan yang kaya raya, asalkan hatinya tidak bergantung pada harta yang dimilikinya. Seorang salik boleh tetap mencari harta kekayaan, namun jangan sampai melalaikan-Nya dan jangan sampai menjadi hamba dunia, tiada kesedihan ketika harta hilang dan tiada kesenangan berlebihan ketika harta datang. 5. Berusaha merespon apa yang sedang mengancam kehidupan umat, berusaha menjembatani antara kekeringan sepiritual yang dialami oleh banyak orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi, dengan sikap pasif yang banyak dialami para salik. Al-syadzili menawarkan tasawuf positif yang ideal dalam arti bahwa disamping berupaya mencari “langit”, juga harus beraktifitas dalam realitas sosial di “bumi’’ ini. Beraktifitas sosial demi kemaslahatan umat adalah bagian integral dari hasil kontemlasi. 6. Dalam kaitannya dengan al-ma’rifah, al-Syadzili berpendapat bahwa ma’rifat adalah salah satu tujuan ahli tarekat atau tasawuf yang dapat diperoleh dengan dua jalan. Pertama adalah mawahib atau ain al-jud sumber kemurahan Tuhan yaitu tuhan memberikannya dengan tanpa usaha dari manusia itu sendiri, melainkan Tuhan memilihnya sendiri tanpa adanya intervensi dari faktor lain. Kedua, adalah badzi al-majhud yaitu ma’rifat akan dapat diperoleh melalui usaha keras yang dilakukan oleh maanusia. F. Perkembangan dan Aliran Tarekat Syadziliyah Tarekat Syadziliyah mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam alam Islam. Ia tersebar luas di seluruh kawasan, dan sampai hingga Andalusia. Tokoh-tokoh yang paling terkemuka adalah Ibn Ibad Randi, merupakan komentator al-Hikam Ibnu Athaillah. Di samping Mesir sebagai basis pengikutnya, ajaran tarekat ini tersebar luas ke Timur hingga mencapai Melayu, Afrika Barat, dan Negara-negara Islam lainnya. Al-Syadzili tidak meninggalkan karya-karya dalam ilmu tasawuf, begitu juga dengan murinya Abu Abas al-Mursi. Semua perkataan- perkataan keduanya tentang tasawuf, doa-doa, hizib-hizib, dan juga wasiat-wasiatnya, dikumpulkan oleh Ibnu Athaillah dan sekaligus ia adalah orang yang menulis biografinya. Sehingga dengan cara begitu, terjagalah peninggalan tarekat Syadzaliyah. Sempalan dari tarekat ini di antaranya tarekat Isawiyah. Dimana tarekat Isawiyah terkenal karena zikirnya disertai latihan kekebalan, yaitu dengan goresan pedang. Abu al-Hasan al-Syadzili hanya menulis kumpulan doa yang berjudul hizb al-Bahr. Namun amalan dan kehidupan para penganut tarekat ini sangat mengutamakan pengendalian diri dan ketenangan batin. Hal ini nampak karya dua orang guru penganut tarekat Syadziliyah ini, yaitu Tajudin ibnu Atha’illah al-Iskandari yang mengarang kitab al-Hikam dan Lathaif al-Minan, Ibnu Abbad dari Ronda yang jadi pensyarah kitab al-Hikam. Kitab al-Hikam ini juga terkenal di pondok-pondok pesantren di Indonesia. Mengenai pengaruh al-Syadzili kepada Ibn Athaillah, tampaknya dimungkinkan melalui dua cara, yaitu melalui al-Mursi dan hizb-hizb yang ditinggalkan al-Syadzili. Melalui dua cara inilah, Ibn Athaillah mewarisi ajaran sepiritual al-Syadzili. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa tulisan-tulisan Ibn Athaillah pada dasarnya adalah ajaran-ajaran al-Syadzili karena ia adalah pengikut dan pewaris al Syadzili, meski sudah tentu terdapat kekhasan tersendiri dala uraian-uraian atau tulisan-tulisan Ibn Athaillah. Para tokoh Syadziliyah pada awalnya tidak hanya menaruh perhatian pada pengajaran dan praktik tasawuf tetapi juga terhadap masalah-masalah akidah dan hukum Islam. Hal ini karena al-Syadzili sangat menekankan pentingnya pengetahuan agama bagi para pengikutnya. Mereka bermadzhab Sunni dan sekalipun tasawuf sendiri tidak menaruh perhatian pada dogma-dogma teologis, mereka cenderung untuk memilih madzhab Asy’ariyyah dalam bidang ilmu kalam. Namun madzhab Asy’ariyyah yang mereka ikuti kemungkinan besar yang sudah dipengaruhi oleh ajaran-ajaran al-Ghazali. Dalam perkembangannya, selanjutnya muncul cabang-cabang dalam tarekat Syadzilyah. Pada abad ke-8 H./14 M. di Mesir muncul sebuah cabang yang akhirnya dinamakan Wafaiyyah, yang di dirikan oleh Syams al-Din Muhammad bin Ahmad Wafa H./1359 M. yang juga dikenal dengan Bahr al-Shafa, ayah dari tokoh terkenal Ali Ibn Wafda H/1404 M. Disamping cabang itu, muncul cabang-cabang lainnya yaitu hanafiyyah, Jazuliyyah, Isawiyyah, Tihamiyyah, Darqawiyyah, dan sebagainya. Mereka muncul akibat penyesuaian dan adptasi kembali pesan-pesan asli tarekat Syadziliyyah. Kemunculan mereka seringkali disebabkan oleh tuntutan lingkungan sosial yang membutuhkan respons dalam hubungannya dengan para sufi. Berdasarkan ajaran yang diturunkan al-Syadzili kepada muridnya, kemudian terbentuklah tarekat yang dinisbatkan kepadanya, yaitu tarekat Syadziliyah. Tarekat ini berkembang pesat antara lain di Tunisia, Mesir, Al-jazair, Sudan, Suriah dan Semenanjung Arabia, juga di Indonesia khususnya di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam hal ini yang menarik, sebagaimana dicatat oleh Victor Danner-peneliti Tarekat Syadziliyyah adalah bahwa meskipun tarekat ini berkembang pesat di daerah Timur Mesir, namun awal perkembangannya adalah dari Barat Tunisia. Dengan demikian, peran daerah maghrib dalam kehidupan spiritual tidak sedikit. Menurut Danner, perannya sejak abad ke-7 H./13 M. Sangatlah jelas. Banyak tokoh sufi yang sezaman dengan al-Syadzili yang menetap di Timur, misalnya Abu Madyan Syu’aib al-Maghribi w. 594 H./1197 M., Ibn al-Arabi H./1240 M. Abd as-Salam Ibn Masyisy w. 625 H./1228 M. Ibn Sab’in w. 669 H./1271 M. dan as-Syusyturi w. 688 H./1270 M. itu berasal dari daerah Maghrib. Walaupun dasar-dasar tasawuf Maghribi itu berasal dari Timur sebagai asal muasal Islam itu sendiri, namun kecerdasan muslim daerah Barat, gaya hidupnya, seni kaligrafinya, arsitektur masjidnya, juga madzhab Malikinya, telah ada sejak generasi Islam awal. Ciri umum ini mendapat penguatan bersamaan dengan berdirinya dinasti Abasiyyah pada abad ke-2 H./8 M. Dan mulai mengembangkan kebiasaannya sendiri. Inilah atsmosfir yang melatarbelakangi berdirinya tarekat Syadziliyah pada abad ke-7 H/13 M., yang mengembangkan kebebasan berpikir, kemajuan ilmu pengetahuan, peradaban dan perekonomian. Kemudian pergerakan tarekat Syadziliyah dari maghribi ke Timur merupakan sebuah uapaya penguatan kembali semangat tasawuf di daerah Timur, khususnya di wilayah Arab. Ini berartitarekat Syadziliyah memerankan peranan penting di tengah kemunduran umat Islam. Oleh karena itu, tarekat ini tumbuh dan berkembang di wilayah perkotaan Tunisia dan Alexandria tetapi kemudian juga memilki pengikut yang luas di daerah pedesaan. Bergabungnya tokoh terkenal daerah Maghribi pada abad ke-10 H./16 M., Ali al-Shanhaji dan Muridnya Abd al-rahman al Majdzub adalah bukti dari pernyataan tersebut. Sejak dahulu tarekat ini telah di ikuti oleh sejumlah intelektual terkenal, misalnya ulama terkenal abad ke-9 H./15 M., Jalal al-Din al-Suyuti. Sepeninggal al-Syadzili, kepemimpinan tarekat ini di teruskan oleh Abu al-Abbas al-Mursi yang ditunjuk langsung oleh al-Syadzili. Nama lengkapnya adalah Ahmad Ibn Umar Ibn Ali al-Anshari al-Mursi, terlahir di Murcia, Spanyol pada 616 H. / 1219 M. Dan meninggal pada 686 H. / 1287 M., di Alexandria. KESIMPULAN Tarekat merupakan salah satu tempat dimana seseorang belajar tasawuf, meskipun secara maknawi tarekat itu sendiri sudah ada sejak zaman Rasulullah, sebagaimana yang Rasulullah lakukan ketikan di gua hira melakukan uzlah dan khalwat, sehingga mendapatkan wahyu dari Allah melalui malaikat jibril. Seiring berkembangnya waktu, muncul beberapa tarekat dengan ciri khas masing-masing sesuai dengan bagaimana karakter dari syaikh / mursyid tersebut. Namun tujuan utama tarekat adalah berusaha membersihkan diri dan mendekatkan diri kepada Allah. Tarekat naqsyabandiyah dan tarekat syadziliyah merupakan salah satu tarekat awal dalam kesejarahan tasawuf, kedua tarekat ini memiliki perbedaan dalam praktik ajarannya. Tarekat naqsyabandiyah lebih cenderung berhati-hati dalam menyikapi urusan duniawi, sedangkan tarekat syadziliyah lebih cenderung longgar dalam menyikapi urusan duniawi. Mengenai perkembangan Islam sendiri, tarekat atau tasawuf memberikan sumbangsih dalam menyebarkan ajaran Islam dengan cara yang adaptif dan damai, sehingga Islam sendiri dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Bakri, S. 2020. Akhlaq Tasawuf Dimensi Spiritual dalam Kesejarahan Islam. Surakarta EFUDE Press Bruinessen, V. Martin. 1992. Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia. bandung Mizan Mulyati, S. 2005. Mengenal dan memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia. JakartaKencana Nizami, K. A. & Sayyed Hossein Nasr Ed. 1997. Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam Manifestasi. Bandung Mizan Supiana & M. Karman. 2003. Materi Pendidikan Agama Islam, Bandung PT. Remaja Rosdakarya Wahyudi, M. A. 2020. Psychological Well-Being Sufism Practitioners as A Sufistic Conceling. Jurnal Konseling Religi, 11, 01. 145-157. Fuad Said 2007. Hakikat Tarekat Naqsabandiyah. Jakarta Pustaka Al-Husna Abu Rabi, Ibrahim M. The Mystical Teachings of al-Shadzili. New York State University of New York Press, 1993. al-Taftazani, Abu al-Wafa al-Ghanimi. Al-Madkhal ila al-Tasawwuf al-Islam. Sufi dari Zaman ke Zaman. Terj. Ahmad Rofi Usman. Jakarta Penerbit Pustaka, 1985. Arberry, Sufism an Account of The Mystics of Islam. London George Allen and Unwin Ltd., 1979. Haeri, Syekh Fadhlalla. The Elements of Sufism. New York Element Inc, 1993. Ibn al-Sabbagh. The Mystical Teaching of al-Syadzili, Durrat al-Asrar wa Tuhfat al-Abrar. Terj. Elmer H. Douglas. New York State University of New York Press. Lings, Martin. Syekh Ahmad Alawy, A Sfi Saint of the Twentieth Century. London George Allen and Unwin Ltd., 1971. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. M. Agus WahyudiTaufik TaufikEny PurwandariPsychological well-being is a term used to describe the psychological health of individuals who have a optimal and have a meaningful life. This research aimedat the psychological well-being of Sufism practitioners and make Sufism values a Sufistic counseling. This reasearch used interview and observation methods for collection data. In this research there were six informants, in identifying informants used purposive techniques and snowball sampling. The results found, there are four values of Sufism that affect the conditions of psychological well-being, namely the teachings of zuhud, tawakal, khauf, and mahabbah. Sufism teachings such as zuhud, tawakal, khauf, mahabbah also become media as Sufistic dan memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di IndonesiaS MulyatiMulyati, S. 2005. Mengenal dan memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia. JakartaKencanaFuad SaidFuad Said 2007. Hakikat Tarekat Naqsabandiyah. Jakarta Pustaka Al-HusnaThe Mystical Teachings of al-ShadziliAbu RabiM IbrahimAbu Rabi, Ibrahim M. The Mystical Teachings of al-Shadzili. New York State University of New York Press, an Account of The Mystics of Islam. London George Allen and Unwin LtdA J ArberryArberry, Sufism an Account of The Mystics of Islam. London George Allen and Unwin Ltd., HaeriFadhlallaHaeri, Syekh Fadhlalla. The Elements of Sufism. New York Element Inc, Ahmad Alawy, A Sfi Saint of the Twentieth CenturyMartin LingsLings, Martin. Syekh Ahmad Alawy, A Sfi Saint of the Twentieth Century. London George Allen and Unwin Ltd., 1971.
Doa Kitab; Manuskrip; Khotbah; Santri. Hikmah; Syair; Humor; Ulama. Pengajian; Kisah; Karamah; Pesantren; Tag: Tarekat Naqsyabandiyah. Pustaka Manuskrip Silsilah Tarekat Qadiriah Naqsyabandiah (TQN) Jalur Periwayatan Syaikh Marzuqi Banten (w. 1913) di Makkah. Tarekat Qadiriah Naqsyabandiah (TQN) terhitung sebagai salah satu tarekat dengan
Sayyidi Shaykh Bahauddin Naqsyabandi Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah secara lengkap sebagai berikut Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, Pustaka Al Husna Baru, Jakarta 2005, halaman 39. Rasulullah Bakar al-Shiddiq RASalmân al-FarisiQâsim bin MuhammadImam Ja’far al-ShâdiqAbu Yazid al-BusthamiAbû Hasan Ali bin Ja’far al-KharqaniAbû Ali al-Fadhal bin Muhammad al-Thusi al-FarmadiAbu Ya’kub Yusuf al-Hamdanibin Ayyub bin Yusuf bin HusinAbdul Khaliq al-Fajduwani bin Imam Abdul JamilArif al-RiyukuriMahmud al-Anjiru al-FaghnawiAli al-Ramituniatau Syekh AzizanMuhammad Baba As-SamasiAmir Kulal bin Sayid HamzahBaha’uddin Naqsyabandi Menurut sebagian `ulamâ’, perbedaan antara tarekat Naqsyabandiyah dengan tarekat yang lain Qadiriyah misalnya, adalah dari sanad yang menerima setelah Rasulullah SAW. Tarekat Naqsyabandiyah berasal dari ajaran yang disampaikan Nabi kepada Abû Bakar, sedangkan Qâdiriyah berasal dari ajaran Nabi kepada Ali bin Abî Thalib, hingga sampai pada Abdul Qâdir al-Jailani, Martin van Bruinessen, tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung Mizan, 1992, halaman 49. Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah Kata Naqsyabandiyah atau Naqsyabandi atau Naqshabandi نقشبندی berasal dari Bahasa Persia, diambil dari nama pendirinya yaitu Baha-ud-Din Naqshbandi Bukhari, sebagian orang menerjemahkan kata tersebut sebagai “pembuat gambar”, “pembuat hiasan”, sebagian lagi menerjemahkannya sebagai “Jalan Rantai”, “Rantai Emas”, Http// Pertama kali diperkenalkan oleh Muhammad bin Muhammad Baha’ al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi, yang juga sekaligus sebagai pendiri tarekat Naqsabandiyah. Beliau dilahirkan pada tahun 1318 di desa Qasr-i-Hinduvan yang kemudian bernama Qasr-i Arifan di dekat Bukhara, yang juga merupakan tempat dimana ia wafat pada tahun 1389. Sebagian besar masa hidupnya dihabiskan di Bukhara, Uzbekistan serta daerah di dekatnya, Transoxiana. Ini dilakukan untuk menjaga prinsip “Melakukan perjalanan di dalam negeri”, yang merupakan salah satu bentuk “laku” seperti yang ditulis oleh Omar Ali-Shah dalam bukunya “Ajaran atau rahasia dari tarekat Naqsyabandiyah”. Perjalanan jauh yang dilakukannya hanya pada waktu ia menjalankan ibadah haji dua kali. Dari awal, ia memiliki kaitan erat dengan Khwajagan, yaitu para guru dalam mata Rantai tarekat Naqsyabandiyah. Sejak masih bayi, ia diadopsi sebagai anak spiritual oleh salah seorang dari mereka, yaitu Baba Muhammad Sammasi. Sammasi merupakan pemandu pertamanya dalam mempelajari ilmu tasawuf, tepatnya ketika ia menginjak usia 18 tahun, dan yang lebih penting lagi adalah hubungannya dengan penerus khalifah Sammasi, yaitu Amir Sayyid Kulal al-Bukhari w. 772/1371. Dari Kulal inilah ia pertama kali belajar tarekat yang didirikannya. Gambaran Umum Perkembangan Tarekat Naqsabandiyah Dalam perkembangannya Tarekat Naqsabandiyah sudah menyentuh lapisan masyarakat muslim di berbagai wilayah. Dengan dampak dan pengaruhnya tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah kemudian meluas ke Turki, Suriah, Afganistan, dan India. Di Asia Tengah bukan hanya di kota-kota penting, melainkan di kampung-kampung kecil pun tarekat ini mempunyai Zawiyah padepokan shufi dan rumah peristirahatan Naqsyabandi sebagai tempat berlangsungnya aktivitas keagamaan yang semaRAk, [Dr. Hj. Sri Mulyati Di samping itu tharâqah ini juga berkembang di Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Volga Ural. Pengaruh mereka mungkin paling kuat di Turki dan wilayah Kurdistan, dan yang paling lemah adalah di Pakistan. Pada masa pemerintahan Soviet, pengaruh Naqsyabandiyah sangat terasa pada gerakan “Islâm bawah tahan” di Kaukasus Asia Tengah. Namun, pada akhirnya pemerintahan Soviet tidak diikuti perkembangan Naqsyabandiyah di permukaan. Wiwi Siti Sajaroh, dalam ”Tarekat-tarekat Mu`tabaRah di Indonesia” memberikan ciri-ciri yang menonjol dalam tarekat ini [ Ibid., h. 91-92] yaitu Mengikuti syari’at secara ketat, keseriusan dalam beribadah, menolak musik dan tari dalam ibadah, dan lebih menyukai berzikir dalam yang serius dalam memengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta mendekatkan negara pada agama. Berbeda dengan tarekat lainnuya, tarekat naqsabandiyah tidak menganut kebijaksanan isolasi diri dalam menghadapi pemerintahan yang sedang berkuasa saat itu. Sebaliknya berusaha untuk mengubah pandangan mereka melalui gerakan tanggung jawab yang sama kepada para penguasa sebagai usaha untuk memperbaik masyarakat. Penyebaran Tarekat Naqsabandiyah dan Tokohnya Bahaudin Naqsabandi sebagai pendiri tarekat ini, dalam menjalankan aktivitas dan penyebaran tarekatnya mempunyai khalifah utama, yaitu Ya’qub al-Karkhi, Ala’ al-Din Aththar dan Muhammad Parsa. Yang paling menonjol dalam perkembangan selanjutnya adalah ’Ubaidillah Ahrar. Ubaidillah terkenal dengan Syaikh yang memilki banyak lahan, kekayaan, dan harta. Ia mempunyai watak yang sederhana dan ramah, tidak suka kesombongan dan keangkuhan. Ia menganggap kesombongan dan keangkuhan merendahkan tingkat moral seseorang dan melemahkan tali pengikat spritual, [ Nizami. Ia juga berjasa dalam meletakkan ciri khas tarekat ini yang terkenal dalam menjalin hubungan akrab dengan para penguasa saat itu sehingga ia mendapat dukungan yang luas jangkauannya. Pada tatanan selanjutnya tarekat ini mulai menyebarkan gerakannya diluar Islâm. Tokoh lain yang berperan terbesar dalam penyebaran tarekat ini secara geografis adalah Said al-Din Kashghari. Ia juag telah membai’at penyair dan ulama besar ’Abd al-Rahman Jami’ ia yang kemudian mempopulerkan tarekat ini dikalangan istana. Kontribusi utama Jami’ adalah paparannya tentang pemikiran Ibnu ’Arabi dan mengomentari karya-karya Ibnu Arabi, Rumi, Parsa dan sebagainya, sehingga tersusun dalam gubahan syair yang mudah dipahami dari gagasan mereka tersebut. Di India, Tarekat ini mulai tersebar pada tahun 1526. Baqi Billah, dilahirkan di Kabul merupakan syaikh yang menyebarkan ajaran tarekat ini di India. Ia mengembangkan ajaran Tarekat ini kepada orang awam dan kaum bangsawan Mughal. Dakwahnya di India berlangsung selama 5 tahun. Hampir semua garis silsilah pengikut Naqsabandiyah di India mengambil garis spritual mereka melalui Baqi Biillah dan Khalifahnya Ahmad Sirhindi, [Dr. Hj. Sri Mulyati. Perluasannya mendapat dorongan baru dengan munculnya cabang Mujaddidiyah, dinamai menurut nama Syekh Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alf-i Tsani “Pembaru Milenium kedua”. Pada akhir abad ke-18, nama ini hampir sinonim dengan tarekat tersebut di seluruh Asia Selatan, wilayah Utsmaniyah, dan sebagian besar Asia Tengah [Http// Orientasi baru yang di bawa Sirhindi ini terlihat pada pemahamannya yang menolak paham Wahdatul Wujud yang dibawa Ibnu ’Arabi. Sirhindi sangat menuntut murid-muridnya agar berpegang secara cermat pada al-Qu’ran dan tradisi-tradisi Nabi. SI Sumber
Menuruttarekat Naqsyabandiyah, boleh meminta pertolongan kepada syaikh-syaikh mereka, baik ketika masih hidup atau tatkala sudah mati, guna mengeluarkan mereka pada saat genting-genting dalam menghadapi berbagai himpitan hidup. Pengagungan yang diarahkan kepada kubur para syaikh mereka juga menjadi ajaran wajib para penganut tarekat ini.
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID 4lFvOdbzZPhUYyLq8XYEARuv3As9nwEF1MtfXqnfAoKdbfCu9-C8Gg==
Yz48wN. d0tu8ev1yj.pages.dev/295d0tu8ev1yj.pages.dev/274d0tu8ev1yj.pages.dev/925d0tu8ev1yj.pages.dev/116d0tu8ev1yj.pages.dev/168d0tu8ev1yj.pages.dev/442d0tu8ev1yj.pages.dev/437d0tu8ev1yj.pages.dev/533d0tu8ev1yj.pages.dev/253d0tu8ev1yj.pages.dev/865d0tu8ev1yj.pages.dev/375d0tu8ev1yj.pages.dev/289d0tu8ev1yj.pages.dev/833d0tu8ev1yj.pages.dev/151d0tu8ev1yj.pages.dev/527
doa silsilah tarekat naqsyabandiyah